penghancuran dan perusakan

Written by anak baru GEDE 0 komentar Posted in:

PEMBAHASAN
A.       Pengertian penghancuran dan perusakan
Di dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata penghancuran berasal dari kata hancur yang berarti pecah menjadi kecil-kecil, dan mendapat awalan peng- dan akhiran –an, yang berarti proses, cara, perbuatan menghancurkan. Sedangkan perusakan berasal dari kata rusak yang berarti sudah tidak sempurna lagi (baik, utuh), mendapat awalan pe- dan akhiran  -an, yang berarti suatu, proses, perbuatan merusakkan.[1] Ini adalah pengertian secara bahasa.
Sedangkan pengertian penghancuran dan perusakan secara istilah, seperti yang tercantum dalam pasal 406 KUHP, unsur-unsur pengertiannya sebagai berikut:
dengan sengaja dan dengan melawan hukum membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan suatu barang yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain”.
Menghancurkan (Vernielen), disebut juga membinasakan yang berarti merusak sama sekali, misalnya membanting gelas, cangkir, tempat bunga, sehingga hancur.  “Membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi” artinya perbuatan itu harus sedemikian rupa, sehingga barang itu betul-betul tidak dapat dipakai lagi. Misalnya melepaskan roda-roda kendaraan, dengan hanya mengulirkan sekrupnya saja belum berarti membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi, oleh karena itu dengan jalan memasang roda-rodanya dengan mengembalikan sekrup yang mengulir ia dapat memperbaiki dan dapat dipergunakan lagi.[2]  “Menghilangkan” berarti membuat sehingga barang itu tidak ada lagi, misalnya dibakar habis, dimakan, dibuang sehingga hilang.
Sedangkan merusakkan berarti kurang dari membinasakan (beschaidigen) misalnya memukul gelas gelas, piring, cangkir, dan sebagainya tidak sampai hancur, akan tetapi hanya pecah, sedikit retak atau hanya putus pegangannya.[3]
Tentang tindak kejahatan penghancuran dan perusakan barang terdapat pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pasal 407, 408, 409, 410, 411, dan 412.
Pasal 406 :
“Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.  Dijatuhkan pidana yang sama terhadap orang, yang dengan sengaja dan melawan hukum membunuh, merusakkan, membikin tak dapat digunakan atau menghilangkan hewan, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain. [4]

Tentang pengertian dari penghancuran dan perusakan telah dijelaskan di alinea atas. Dan pada pasal 406, terdapat kata membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi, maksudnya tindakan tersebut harus demikian rupa, sehingga barang tersebut tidak dapat diperbaiki lagi.  Yang termasuk barang yaitu yang dapat terangkat, maupun tidak dapat terangkat. Termasuk binatang yang ketentuannya terdapat pada alinea kedua.   
Sebagaimana terlihat dalam pasal 406 dan 407, undang-undang tidak memberikan kualifikasi dari perbuatan-perbuatan yang dirumuskan dalam pasal-pasal tersebut. Akan tetapi, dalam doktrin perbuatan-perbuatan itu disebut perusakan pada pasal 406 dan perusakan ringan pada pasal 407.[5]

B.       Unsur-unsur Penghancuran dan Perusakan
Tindak pidana kesengajaan menghancurkan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai atau menghilangkan benda yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain seperti yang diatur dalam pasal 406 ayat (1) KUHP tersebut di atas, mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
1.    Unsur subyektif  dalam KUHP pasal 406 ayat 1 yaitu unsur dengan sengaja (opzettelijk). Secara umum yang dimaksud adalah tentang apa yang dikehendaki (gewild) dan tentang apa yang dapat diketahui (geweten), yakni bahwa apa yang dapat dikehendaki itu hanyalah perbuatan-perbuatan, sehingga terhadap perbuatan tersebut orang dapat mengatakan bahwa orang dapat mempunyai opzet als oogmerk, sedangkan yang dapat diketahui itu adalah keadaan-keadaan yang menyertai perbuatan-perbuatan, hingga terdapat keadaan-keadaan itu orang dapat mengatakan bahwa orang hanya dapat mempunyai suatu opzet als wetenschap.[6]
2.    Unsur –unsur obyektif  dalam KUHP pasal 406 ayat 1 yaitu:
a.     Barang siapa, yaitu menunjukkan orang, yang apabila orang tersebut memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang diatur dalam pasal 406 ayat 1 KUHP, maka ia dapat disebut dader atau pelaku dari tindak pidana tersebut.
b.    Melawan hukum (wederrechtelijk), mengingat unsur ini dalam rumusan KUHP pasal 406 terdapat di belakang kata dengan sengaja  sehingga dapat dinyatakan seorang terdakwa telah memenuhi unsur secara melawan hukum.
c.    Menghancurkan.
d.    Merusakkan.
e.    Membuat sehingga tidak dapat dipakai, dalam yurisprudensi unsur ini hanya ditemukan sejarah terbentuknya, bahwa yang dimaksud dengan membuat sehingga tidak dapat dipakai itu adalah membuat sehingga tidak dapat dipakai sesuai kegunaannya.
f.      Menghilangkan, juga dapat diartikan mengambil sehingga tidak dapat ditemukan kembali.
g.    Benda, menurut Simons benda-benda yang tidak bergerak (Monroerende goederen) harus dimasukkan pengertian benda.
h.    Yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain. Unsur ini disyaratkan sesuai dengan sifat dari tindak pidananya sendiri yakni sebagai tindak pidana yang ditujukan terhadap harta kekayaan orang lain. [7]

C.       Bentuk penghancuran dan perusakan dan sanksi hukumnya
Tindak kejahatan dalam bentuk penghancuran dan perusakan diatur dalam KUHP.  Menurut KUHP tindak pidana penghancuran atau perusakan dibedakan menjadi lima macam, yaitu :

1.    Penghancuran atau perusakan dalam bentuk pokok.
Tindak pidana ini diatur dalam ketentuan Pasal 406 yang  menyatakan:
Barang siapa dengan sengaja dan dengan melanggar hukum menghancurkan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi, atau menghilangkan barang yang seluruhnya atau sebagai kepunyaan orang lain, diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah.
Dijatuhkan pidana yang sama terhadap orang, yang dengan sengaja melawan hukum membunuh, merusakkan, membikin tak dapat digunakan atau menghilangkan hewan, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain. [8]  

2.    Penghancuran atau perusakan ringan.
Jenis tindak pidana ini diatur dalam ketentuan Pasal 407 KUHP dengan pengecualian sebagaimana diterangkan dalam Pasal 407 KUHP ayat (2) KUHP. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dikemukakan bunyi Pasal tersebut.
Ketentuan Pasal 407 KUHP secara tegas menyatakan:[9] 
a.       Perbuatan-perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 406, jika harga kerugian yang disebabkan tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah
b.      Jika perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 406 ayat kedua itu dilakukan dengan memasukkan bahan-bahan yang merusakkan nyawa atau kesehatan atau, jika hewan termasuk yang tersebut dalam Pasal 101, maka ketentuan ayat pertama tidak berlaku.

3.    Penghancuran atau perusakan bangunan jalan kereta api, telegraf, telepon dan listrik (sesuatu yang digunakan untuk kepentingan umum).
Jenis tindak pidana ini diatur dalam ketentuan Pasal 408 KUHP yang menyatakan:
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan atau  membikin tidak dapat dipakai  bangunan-bangunan, kereta api, trem, telegram, telepon atau listrik, atau bangunan-bangunan untuk membendung, membagi atau menyalurkan air, saluran gas, air atau rel yang digunakan untuk keperluan umum, diancam dengan pidana paling lama empat tahun, yaitu jika semuanya itu dipergunakan untuk kepentingan umum.[10]
4.    Penghancuran atau perusakan tidak dengan sengaja.
Jenis tindak pidana ini diatur dalam ketentuan Pasal 409 KUHP yang menyatakan:[11]
"Barang siapa yang karena kealpaannya menyebabkan bangunan-bangunan tersebut dalam Pasal di atas dihancurkan, dirusakkan, atau dibikin tidak dapat dipakai diancam dengan kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak seratus rupiah".[12]

5.    Penghancuran atau perusakan terhadap bangunan dan alat pelayaran.
Tindak pidana ini diatur dalam ketentuan Pasal 410 KUHP yang menyatakan:[13]
"Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum, menghancurkan atau membikin tak dapat dipakai, suatu gedung atau kapal yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun".
Penjelasan:
Tentang "merusak dsb. muatan kapal", lihat Pasal 472.[14]
Pasal ini mengancam dengan maksimum hukuman penjara lima tahun yaitu bagi orang-orang yang dengan sengaja dan dengan melanggar hukum melakukan penghancuran atau perusakan barang tersebut dalam Pasal di atas.  Maksud dari si pelaku tidaklah perlu ditujukan terhadap sifat perbuatan yang melawan hukum dan cukuplah bila perbuatan itu telah dilakukan dengan sengaja dan perbuatan itu adalah melawan hukum kata dan pada pasal 410 berdiri berdampingan, yang mengindikasikan bahwa unsur yang terakhir itu tidak diliputi oleh unsur yang pertama.[15]
D.        KASUS
       Beberapa waktu yang lalu, departemen kebudayaan dan pariwisata kota Mojokerto bermaksud membangun sebuah gedung yang akan dijadikan sebagai pusat informasi dan penelitian seputar kerajaan Majapahit, atau yang disebut dengan pusat informasi Majapahit (PIM).  Tujuan baik untuk melestarikan dan mempromosikan Majapahit ternyata jauh dari harapan.  Karena gedung PIM tersebut dibangun di atas tanah di daerah Trowulan yang penuh dengan peninggalan-peninggalan dan sisa-sisa kerajaan Majapahit.    Pembangunan gedung di lahan tersebut mendapatkan kecaman berbagai pihak. Para arkeolog mengkhawatirkan rusaknya situs-situs peninggalan bersejarah oleh pembangunan gedung tersebut.  Demikian juga alasan yang dikemukakan oleh aktivis pecinta lingkungan dan sejarah.  Adanya dugaan perusakan terhadap situs bersejarah santer beredar.  Kepolisian mulai mengusut dugaan perusakan situs Majapahit di Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Polisi juga mulai meminta keterangan sejumlah pihak yang diduga mengetahui seputar situs Majapahit.
       Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Mojokerto Ajun Komisaris Rofiq Ripto Himawan, Rabu (7/1), menyebutkan, pada tahap awal polisi sudah melakukan penyelidikan ke lokasi pembangunan Pusat Informasi Majapahit (PIM) di Trowulan dan menanyai sejumlah orang. ”Pada prinsipnya, kami baru mengumpulkan informasi,” katanya.
       Menurut Rofiq, dalam pemeriksaan ke lokasi pembangunan tersebut, polisi mengumpulkan keterangan seputar rencana dan pembangunan PIM dari sejumlah orang. Salah satu yang dimintai keterangan, menurut Rofiq, adalah Kepala Seksi Pelestarian dan Pemanfaatan pada Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Trowulan Prapto Saptono.
       Namun, ia belum bersedia memberikan keterangan rinci soal materi pemeriksaan dan keterangan yang ditanyakan. ”Mereka semua orang yang berkompeten. Jika diproses secara hukum, mereka saksi ahli yang akan kami gunakan,” kata Rofiq.
       Hal senada dikatakan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Herman S Sumawiredja di Surabaya. ”Berdasarkan hasil penyelidikan sementara oleh Polres Mojokerto, belum ditemukan perusakan lokasi situs. Tetapi, Polda Jatim tetap akan menurunkan tim khusus untuk menyelidiki kemungkinan itu,” kata Herman Sumawiredja.
       Selain itu, polisi juga akan meminta keterangan dari para arkeolog. Namun, lanjut Herman, arkeolog yang ditanyai merupakan rekomendasi dari Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala.
Pasal berlapis
       Secara terpisah, Anam Anis, anggota tim evaluasi pembangunan PIM yang juga Ketua Gotrah Wilwatikta, sebuah lembaga swadaya masyarakat, mengatakan, perusak situs sejarah atau kawasan cagar budaya peninggalan Majapahit di Trowulan bisa dijerat dengan pasal berlapis. Selain dijerat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, pelaku perusakan juga bisa dijerat Pasal 406 KUHP tentang perusakan dan penghancuran barang milik orang lain.
       Menurut Anis, polisi tidak perlu ragu untuk langsung mengadakan penyidikan setelah dilakukan penyelidikan. ”Karena faktanya sudah jelas ada kerusakan. Polisi tidak perlu bingung-bingung, setelah melakukan penyelidikan dan penyidikan segera panggil pihak-pihak terkait,” katanya.[16]

E.       ANALISIS
Pada kasus di atas, telah terjadi tindak perusakan pokok atas situs Majapahit.  Di samping merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang nomor 5 Tahun 1992   tentang Benda Cagar Budaya, tindakan tersebut juga termasuk kejahatan perusakan benda orang lain sebagaimana dirumuskan pasal 406 KUHP yang berbunyi: Barang siapa dengan sengaja dan dengan melanggar hukum menghancurkan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi, atau menghilangkan barang yang seluruhnya atau sebagai kepunyaan orang lain, diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah.
Perbuatan tersebut telah memenuhi unsur-unsur obyektif dan subyektif dari tindak pidana perusakan dan penghancuran.  Sehingga sang pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal 2 tahun 8 bulan.

[1]Ahmad A.K. Muda, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal.386
[2] R. Soesilo, Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus, hal. 141-142
[3] R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya, hal.279
[4] Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), hal. 146
[5] Satochid Kartanegara dan pendapat para ahli hukum terkemuka, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah, Balai Rektur Mahasiswa
[6] P.A.F. Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, hal. 280
[7] P.A.F Lamintang, Delik-delik...... hal.285-299
[8] Moeljatno, Kitab Undang....., hal. 146
[9] Ibid, hal. 146-147
[10] Wiryono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, hal.58
[11]  Ibid.
[12]  Tongat, Hukum Pidana Materiil, hal. 100
[13]  R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar-komentarnya. hal. 279
[14]  Ibid
[15]  Djisman Samosir, Hukum Pidana Indonesia, hal:187
[16] Sumber KOMPAS, 8 Januari 2009// www.forummajapahit.org

0 komentar:

Posting Komentar

Followers

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.